Brak!!!!
Aku terbangun seketika di kursi belakang dan mendapati di kanan mobil telah tersangkut badan truk yang membuat spion tak lagi nampak.
Hhh…apalagi ini ya Tuhan…batinku.
Kulihat di belakang kemudi Diyan tepekur sebentar dan sontak membombardir dengan kalimat-kalimat pembenaran yang ia sampaikan ke Bram yang duduk di kursi penumpang di sebelahnya, bahwa dia tak melakukan kekeliruan saat menyetir mobil Bram saat itu. Bram kulihat hanya mengiyakan dan mencoba menenangkan sahabatnya itu. Tak berapa lama aku dikagetkan lagi dengan kedatangan bapak-bapak dengan wajah marah menggedor-gedor kaca mobil meminta kami turun, rupanya mobil di depan kami pun kena imbas kejadian itu.
Aarrggghhhh….!!!
“Naia, nanti kita bisa makan malem di luar nggak?”, Bram meneleponku sore ini.
“Hmm…boleh, kamu jemput aku ya”, jawabku sekenanya.
Aku dan Bram sudah menjalani hubungan kami hampir 4 tahun lamanya, dan dalam 2 tahun terakhir ini aku mulai menyadari ada sesuatu hal yang mengganjal di hatiku. Seperti kejadian terakhir yang aku alami beberapa hari yang lalu saat aku dan Bram serta sahabat kami juga, Diyan, pulang dari akhir pekan kami di desa Diyan. Beberapa kejadian tak mengenakkan selalu aku alami saat aku bersama Bram.
Hubungan kami memang sedang tak berjalsan mulus setahun belakangan, tak seperti masa-masa kami di beberapa tahun lalu yang selalu penuh dengan mimpi-mimpi. Namun sejak kejadian pertama yang menimpaku bersama Bram saat pertama kali dia menjemputku dengan mobil barunya, hingga hari itu sudah dengan mobil yang baru lainnya pun ini sudah kali ke dua aku mengalami hal yang tak menyenangkan hanya dalam waktu dua bulan.
“Kamu pesan apa, Naia?”
“Apa aja, aku ikut kamu”, jawabku lesu.
Seperti biasa Bram pasti merasakan ada kegundahan dalam diriku kali ini.
“Na, kamu tahu aku begitu sayang kamu. Aku ingin kamu merasa nyaman dalam setiap waktu yang kamu punya, apapun itu akan aku berikan ke kamu”
Hening terasa menusuk raga, tak mampu aku menatap wajah Bram kali ini. Semilir anginpun terasa semakin dingin.
“Ok, jika kamu ngga juga mau bicara”
“Hhhh…bukan begitu Bram, aku hanya gundah dengan kejadian-kejadian yang sering kita alami bersama yang itu kadang ngga bisa dibilang insiden tak sengaja. Aku selalu merasa ketakutan ketika semakin sering kejadian-kejadian buruk menimpa saat aku bersama kamu. Ngga ngerasakah kamu?”
“Sttt…sudah Na, kita lihat saja itu sebagai sesuatu yang memang harus terjadi. Aku ngga pernah menganggap kecelakaan-kecelakaan kecil itu akibat kebersamaan kita. Jangan berpikir buruk tentang setiap kejadian yang tidak kamu inginkan terjadi padamu”.
“Aku tetap ngga bisa begitu Bram. Kamu ingat kejadian pertama saat pertama kamu bawa mobil jemput aku? Apa yang terjadi, mobil kecelakaan. Belum lagi saat kita pergi bersama orang tuaku, kita juga ngga bisa terhindar dari kecelakaan dan melibatkan orang lain.”
“Sayang, sudah…jangan terlalu pikirkan itu…”
“Ngga bisa Bram. Aku serius menanggapi hal itu. Hatiku belakangan ngga bisa aku hentikan untuk memikirkan itu. Belum lagi saat kita pergi dengan adikku, sampai kamu ganti mobil lagi pun yang hanya dalam beberapa bulan kita sudah mengalami dua kali kejadian tak mengenakkan bersama mobilmu dan kamu. Kita bisa celaka kalo lama-lama begini.”
“Shh…shh…sudah Sayang…sudah…aku mohon jangan terlalu memikirkannya. Suatu kejadian tidak bisa kita anggap sebagai hal yang menjadi pertanda. Setiap kejadian memang sudah harus terjadi, tidak bisa kita ubah, kita cuma bisa berhati-hati. Soal mobil, kamu tau sendiri segala kejadian itu tak sepenuhnya salah kita. Namanya mesin setiap waktu juga punya masa mengalami kerusakan. Beberapa hal tak bisa kita hindari.”
Cukup!!
Sepertinya Bram tak akan mengerti kegundahan hatiku. Meski Bram panjang lebar telah menjelaskan segala pengetahuannya tentang hidup, aku tetap tak tenang. Ya Tuhan, ada apa denganku. Aku tetap tak bisa menenangkan diriku sendiri. Tak bisa menghentikan kepalaku tetap berputar memikirkan Bram dan aku.
“Bram, maafkan aku. Aku tak tahu, apa perlu kita berpisah sejenak dan sama-sama mencari tahu ada apa di antara kita.”
“Naia. Apa yang sebenarnya kamu inginkan? Kita tak perlu berpisah hanya kaerna hal seperti ini. Kita bisa membuatnya lebih baik. Jangan terlalu memikirkan sesuatu terlampau dalam, Sayang…cobalah untuk sabar dan berpasrah. Aku tahu kamu mampu untuk itu.”
”Ngga bisa Bram, aku ngga bisa. Aku ngga pengen memaksakan kamu dan diriku sendiri dalam perasaan seperti ini. Beri aku waktu. Aku ingin menenangkan diriku sendiri, aku takut, dan aku perlu mencari tahu apa yang aku mau tentang kita.”
Kulihat wajah Bram berubah menahan perasaan. Urat-urat di wajahnya menegaskan kalau dia tak setuju dengan pernyataanku tadi dan matanya yang menyorotkan keputusasaan menghadapi aku jika hal seperti ini menimpa aku.
Arrgghh..aku ngga bisa melihat ekspresi wajahnya yang seperti ini. Aku tahu dia sangat pandai menahan perasaan di depan orang-orang, Bram orang yang tenang, tapi jika bersamaku, sekian kali aku pernah melihat dia begitu dalam merasakan apa yang sedang terjadi pada kami berdua dan bisa bertindak sangat ekspresif pada sesuatu yang dia ingin tunjukkan ke aku.
“Bram…maafkan aku…”
“Naia…aku ngga mau kehilangan kamu, please…aku berikan waktu untuk kamu, tapi tolong ingat untuk kembali.”
“Aku ngga bisa janji Bram, perasaan ini benar-benar sudah sampai di tahap yang tidak bisa aku toleransi. Bisakah kamu mengertikan itu Bram?”
Aku menggenggam tangan Bram yang dibalas genggaman erat, tak kuasa aku melihat wajah letihnya yang telah mencoba meyakinkan aku berulang kali, namun hatiku mengatakan, benar ini yang harus aku pilih.
Tanda-tanda itu terlalu kuat menyita pikiranku, aku tahu semua kejadian itu bukan sesuatu yang tanpa makna, karena aku memang tahu, itu adalah tanda-tanda untuk tidak bersamanya sebelum aku mencelakakan dirinya. Aku bisa merasakan bahkan melihat ada dua bayangan di belakangku dan Bram yang menguatkan keputusanku ini.
dan masa lalu akan terus membayangi 🙂
dan kenapa tidak komentar di “my first valentine” ataupun “sahabat kekasih”?!
ya sama kali ya komennya dengan ya ini 😀
Weve all made our choice
yup (Y)our choice
hmmmm…..
hmmm…
okay, let’s see it as mine…so what it is being tomorrow… 🙂
kenapa kaca mobil itu lebih besar dari spion nya???
karena masa depan itu terbentang lebar dari hanya sekedar masa lalu…
*pengingat untuk diri sendiri juga.. hehehehe